Pentingnya Menumbuhkan Minat Menulis Untuk Menghasilkan Karya Tulis Ilmiah

“Menulis itu sulit” mungkin itu kata yang terlontar dari sebagian besar mahasiswa saat mendapat tugas menulis suatu karya ilmiah. Kegiatan ini sangat menjengkelkan untuk mahasiswa yang tidak suka menulis. Pikiran mereka sudah terdoktrin kalau menulis itu sulit. Mungkin sulit memulai, tetapi setelah kita menemukan ide kita akan lancar untuk menulis suatu karya.

Menulis adalah suatu kegiatan yang mengasah kreatifitas dan daya fikir seseorang  untuk mengolah kata-kata. Otak akan terus terangsang saat belajar mengolah kata. Selain itu menulis dapat membantu mendapatkan dan mengingat informasi, lebih bisa mengenali kemampuan dan potensi diri, menjernihkan pikiran, dapat mengembangkan ide – ide baru, dan bahkan dapat menghilangkan stres. Begitu banyak manfaat yang dapat kita peroleh dari menulis. Tetapi manfaat itu tidak hanya kita dapat hanya sekali menulis. Butuh ketelatenan agar dapat merasakan manfaat tersebut. Itulah masalah yang sedang di alami mahasiswa saat ini.

Sebenarnya, kebudayaan menjiplak yang menyebabkan mahasiswa malas untuk menulis. Kebiasaan itu membuat mahasiswa menganggap sepele menulis dan sama sekali tidak menghargai karya orang lain. Tidak ada lagi kesadaran untuk belajar menulis dan membuat analisis sendiri. Apalagi saat tugas banyak dan harus dikumpulkan besok. Maka jalan yang ditempuh adalah menjiplak pekerjaan teman atau dari internet.  Itu yang menyebabkan mental menulis mahasiswa kita rendah. Selain itu penulis-penulis kita merasa kurang dihargai karyanya, itu pula yang menyebabkan penulis malas untuk membuat suatu karya. Menurut  survei PERC dari 1.285 manajer asing, perlindungan hak cipta di Indonesia  menempati posisi teratas negara paling buruk dalam perlindungan HKI untuk tingkat Asia (kompas.com, 25 Agustus 2011).

Kita mencoba melihat kegiatan pembelajaran mulai dai SD hingga SMA. Sejak SD kita sudah mulai belajar cara menulis dengan benar mulai dari mengarang, membuat puisi, dan pantun. Di SMP kita sudah dikenalkan cara membuat cerpen, naskah drama, dan membuat laporan study tour. Selanjutnya di SMA kita dilatih untuk membuat karya tulis ilmiah, membuat cerpen, dan meresensi sebuah buku. Jadi tidak ada alasan lagi kalau kita tidak bisa menulis.

Guru – guru kita sudah membekali ilmu menulis yang dapat kita gunakan untuk membuat suatu karya berkualitas. Tetapi buktinya ilmu itu seakan sudah hilang bersama bertambahnya waktu. Seperti kita dapat ilmu sekarang tetapi besok sudah lupa pada ilmu itu. Guru cenderung lebih fokus dalam mempersiapkan peserta didiknya untuk menghadapi ujian daripada memperhatikan siswanya dalam membuat suatu karya tulis.  Perlu adanya perbaikan metode pembelajaran yang lebih efektif untuk membuat siswa lebih memahami dan menerapkan ilmu menulis untuk menghasilkan suatu karya. Selain itu  pemerintah juga harus memperbaiki kurikulum pendidikan. Jangan hanya berorientasi kepada nilai untuk lulus ujian nasional dengan nilai yang baik, tetapi lebih mengutamakan karya yang siswa hasilkan
.
Di lingkungan perguruan tinggi, setiap mahasiwa diwajibkan untuk mengahasilkan suatu karya tulis, baik berupa PKM, proposal, maupun laporan. Tetapi mahasiswa yang kita kenal sebagai kaum intelektual kenyataannya masih kesulitan membuat karya tulis. Kita cermati saja jumlah proposal PKM yang dihasilkan setiap tahunnya di Universitas Negeri Malang. Pada tahun 2010 jumlah proposal yang masuk sebanyak 713 proposal dan yang lolos untuk didanai Dikti sebanyak 106 proposal.  Sedangkan pada tahun 2011 jumlah data yang masuk sebanyak 755 proposal dan yang berhasil lolos sebanyak 152 proposal. Perolehan 152 proposal ini mampu menempatkan UM berada pada peringkat ke-9 dari 290 perguruan tinggi yang mendapatkan pendanaan PKM. Mungkin ini prestasi yang membanggakan untuk UM, dengan setiap tahunnya jumlah proposal PKM yang masuk dan yang lolos untuk didanai Dikti terus mengalami peningkatan. Tetapi kita harus ingat, jumlah mahasiswa aktif di UM pada tahun ajaran 2011/2012 sebanyak 21.940 mahasiswa. Sungguh disayangkan dengan jumlah sebanyak itu hanya menghasilkan 755 proposal PKM dengan jumlah peserta sekitar 2265. Sekitar 90% lainnya tidak menghasilkan  apapun. Ini harus segera di evaluasi dan dicarikan solusinya. Jika hal ini dibiarkan bangsa kita akan tertinggal oleh bangsa lain.

Sudah seharusnya kita mulai berbenah dalam menata semua aspek pendidikan kita. Mulai dari kurikulum dengan mengutamakan kemampuan menulis, membuat kebiasaan menulis di sekolah, memberi pelatihan kepada mahasiswa untuk menulis sebuah PKM,  hingga lebih menghargai karya apapun. Dengan begitu diharapkan semakin tumbuh minat menulis dan mulai terdorong untuk menghasilkan sebuah karya. Dan pada akhirnya kita mampu bersaing dengan negara lain dalam bidang pendidikan.

Load disqus comments

2 komentar